Jumat, 05 Oktober 2012

Contoh Kasus Kepribadian, Nilai, dan Gaya Hidup Dalam Pembentuka Pola Perilaku Konsumsi



Kepribadian, nilai, dan gaya hidup merupakan 3 faktor alami yang selalu ada dan mendasari pembentukan pola perilaku konsumen setiap orang. Ketiganya memang memiliki makna yang berbeda, namun pada dasarnya ketiga unsur tersebut saling berkaitan satu sama lain dan gabungan dari ketiga unsur tersebut lah yang pada akhirnya membentuk pola perilaku konsumen. Jadi dengan mengamati melalui perilaku konsumsi sehari-harinya saja, kita dapat menilai seperti apa dan bagaimana kepribadian dan gaya hidup seseorang, begitu pula sebaliknya. Selain itu, faktor eksternal pun dapat mempengaruhi ketiga unsur tersebut, seperti keluarga, kelas sosial, dan lingkungan pergaulan. Berikut adalah contoh kasus mengenai hubungan kepribadian, nilai, dan gaya hidup terhadap pembentukan pola perilaku konsumen :
Felixia adalah seorang anak pengusaha besar dan merupakan anak semata wayang. Hidupnya sejak kecil sudah terbiasa serba mewah dan selalu dilengkapi berbagai fasilitas. Setelah lulus SMA, Felixia mulai menekuni karir di dunia modelling, dan kini dia sudah terhitung sukses di dunia model. Di kalangan teman – teman perkuliahannya, Felixia dikenal sebagai pribadi yang sombong, arogan, manja, dan tidak pernah lepas dari kesan mewah. Memang, sebagai seorang model Felixia sangat memperhatikan setiap detail pakaian, sepatu, tas, dan aksesoris yang dia pakai sehari – hari. Seluruh koleksinya pun memakai produk-produk bermerk terkenal dari luar negeri, seperti Channel, Dior, Hermes, Furla, D&G, dll. Setiap minggu pun Felixia selalu melalukan treatment di salon dan klinik kecantikan ternama. Baginya, seluruh produk yang dia gunakan akan membawa pengaruh yang besar bagi kehidupannya, khususnya dalam pencitraan ‘image’ dirinya di mata publik. Oleh karena itu, Felixia tidak bisa sembarangan dalam memilih ‘style’ sekalipun dalam kehidupan perkuliahannya. Selain itu, melalui karirnya sebagai model Felixia tentu memiliki relasi dengan orang-orang ternama lainnya dalam dunia modelling. Hal itu mengakibatkan gaya hidupnya terbawa seperti halnya kaum socialita. Namun baginya hal itu merupakan hal biasa, atau bisa dikatakan sebagai ‘tuntutan profesi’.
Dari contoh kasus di atas, tampak bahwa kepribadian, persepsi nilai, dan lingkungan tempat tinggal pun berpengaruh dan saling berkaitan dengan pembentukan perilaku konsumsi seseorang. Status sosial yang tinggi, dapat mengakibatkan kepribadian yang dihasilkan menjadi semakin mengikuti ego seseorang. Lingkungan kerja dan relasi dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang. Ketika seorang individu sudah mulai membentuk persepsi atas pengaruh nilai suatu produk dalam kehidupannya, dan kepribadian serta gaya hidupnya sudah saling terhubung, maka akan tercipta pula suatu pola perilaku konsumsi pada individu tersebut.

Contoh Kasus Evaluasi Alternatif Produk


Dalam mengambil keputusan pembelian atas suatu produk, konsumen terlebih dahulu harus mengevaluasi alternatif – alternatif produk yang akan dibelinya. Namun sebagian konsumen justru bersikap tidak peduli pada perbedaan – perbedaan antara satu produk dengan produk lainnya, dan lebih berlandaskan pada ‘terpenuhinya kebutuhan’ tanpa memerhatikan kepuasannya sebagai konsumen. Sebagai contoh, Elisha adalah tipe pembeli yang sangat selektif, setiap kali membeli suatu produk tidak jarang dia menghabiskan lebih banyak waktunya hanya untuk memilih dan membaca satu per satu informasi produk tersebut pada kemasannya. Sekalipun Elisha sudah memiliki pengalaman yang puas atas pemakaian suatu produk di masa lalu, namun ketika dia menemukan adanya produk sejenis yang baru dia pun melakukan evaluasi ulang untuk membandingkan produk baru tersebut dengan produk yang sudah pernah digunakannya. Menurutnya, sebagai konsumen dia harus cermat, cerdas, dan teliti dalam menggunakan produk, karena baginya kepuasan akan manfaat produk tersebut paling utama dalam pertimbangan ketika melakukan keputusan pembelian. Harga bukanlah prioritas utamanya, Elisha yakin bahwa harga tidak pernah menipu dan merupakan salah satu indikator penentu baik buruknya kualitas suatu produk.
Di lain pihak, Resha adalah pembeli yang sangat bertolak belakang dengan Elisha. Dia tidak biasa melakukan evaluasi mendalam pada kualitas produk ketika melakukan pengambilan dalam keputusan pembelian. Menurutnya, harga adalah faktor terpenting sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan keputusan pembelian dan semua kualitas produk dianggap sama. Memang Resha pun meyakini bahwa tidak setiap produk memiliki kualitas yang sama persis, namun baginya itu bukanlah masalah karena pada intinya produk tersebut pun akan memberikan manfaat yang ‘sama’ pada akhirnya, dan jika sudah menemukan produk yang memang memberikan manfaat yang sangat memuaskan, maka evaluasi produk terhadap produk sejenis dianggap tidak lagi penting. Menurut Resha, perbedaan harga itu tidak mengakibatkan perbedaan jauh pada kualitas, hal itu hanya terkait masalah kemasan atau karena ‘brand’ dari perusahaan besar.
Dari kedua contoh diatas, tampak jelas keduanya memiliki pandangan yang berbeda mengenai evaluasi alternatif produk. Hal itu dipengaruhi oleh persepsi masing – masing individu itu sendiri atas nilai dan manfaat dari suatu produk, dan mengaibatkan terpentuknya pola perilaku konsumen yang berbeda pula. Karena itu, evaluasi alternatif produk dianggap sebagai salah satu faktor penentu yang dapat membentuk pola perilaku konsumen.

Kamis, 04 Oktober 2012

Kepribadian, Nilai, dan Gaya Hidup


Kepribadian nilai dan gaya hidup adalah naluri alamiah yang merupakan atribut atau sifat-sifat yang berada pada sifat manusia, bagaimana cara manusia berfikir, faktor lingkungan sebagai sebuah objek pengaruh dalam menentukan pola berfikir manusia, dan juga faktor pendapatan yang membentuk manusia pada pola-pola konsumerisme. Ketiga unsur tersebut pun saling berkaitan satu sama lain, dimana konsumen akan memilih suatu produk yang akan dibeli berdasarkan nilai produk itu sesuai dengan gaya hidup maupun kepribadiannya. Jadi, Pola yang dapat dilihat dari kepribadian, nilai, dan gaya hidup seseorang terkait dengan perilaku konsumen dalam memilih suatu produk yang akan beli, karena suatu produk yang akan dibeli semua harus memenuhi kebutuhan yang bersifat pribadi dari seseorang.
Ø  Kepribadian
Kepribadian memiliki pengertian yang luas, kepribadian bukan hanya mencakup segala sesuatu yang nampak secara lahiriah, tetapi juga meliputi dinamika individu tersebut. Kepribadian adalah organisasi yang dinamis dari sistem psikofisis individu yang menentukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungannya secara unik. Sedangkan pola kepribadian merupakan suatu penyatuan struktur yang multi dimensi yang terdiri atas self-concept sebagai inti atau pusat grafitasi kepribadian dan traits sebagai struktur yang mengintegrasikan kecenderungan pola-pola respon. Pola yang dapat dilihat dari kepribadian seseorang adalah dengan cara mengetahui karakter asli dari orang tersebut dengan mengamati kepribadian sehari-harinya, karena pada dasarnya kepribadian seseorang itu selalu berbanding lurus dengan cara seseorang itu bersikap. Kepribadian memiliki banyak segi dan salah satunya adalah self atau diri pribadi atau citra pribadi. Mungkin saja konsep diri actual individu tersebut (bagaimana dia memandang dirinya) berbeda dengan konsep diri idealnya (bagaimana ia ingin memandang dirinya) dan konsep diri orang lain (bagaimana dia mengganggap orang lain memandang dirinya).

Ø  Nilai
Pemahaman tentang nilai tidak terlepas dari pemahaman tentang bagaimana nilai itu terbentuk. Schwartz berpandangan bahwa nilai merupakan representasi kognitif dari 3 persyaratan hidup manusia yang universal, yang direfleksikan dalam kebutuhan organisme, motif sosial (interaksi), dan tuntutan institusi sosial (Schwartz & Bilsky, 1987). Ketiga hal tersebut membawa implikasi terhadap nilai sebagai sesuatu yang diinginkan. Pola yang dapat kita lihat dari nilai adalah perubahan perilaku dan alasan seseorang dalam membelanjakan uang atau sember daya yang mereka kelola dan miliki. Semakin tinggi mereka menilai dari suatu barang dan jasa terhadap kehidupan, maka makin tinggi pula apresiasi mereka dalam memandang barang dan jasa tersebut dari segi konsumsi. Nilai – nilai yang terbentuk dalam masing – masing individu biasanya mengacu pada kelompok sosial tertentu atau disosialisasikan oleh suatu kelompok dominan yang memiliki nilai tertentu (ex : pengasuhan orang tua, kelompok tempat kerja) atau melalui pengalaman pribadi yang unik (Feather, 1994; Grube, Mayton II & Ball-Rokeach, 1994; Rokeach, 1973; Schwartz, 1994).

Ø  Gaya Hidup
Gaya hidup merupakan pola hidup yang menentukan bagaimana seseorang memilih untuk menggunakan waktu, uang dan energi, dan merefleksikan nilai-nilai, rasa, dan kesukaan, khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya. Gaya hidup adalah bagaimana seseorang menjalankan apa yang menjadi konsep dirinya yang ditentukan oleh karakteristik individu yang terbangun dan terbentuk sejak lahir dan seiring dengan berlangsungnya interaksi sosial selama mereka menjalani siklus kehidupan, sekaligus merupakan frame of reference yang dipakai sesorang dalam bertingkah laku dan konsekuensinya akan membentuk pola perilaku tertentu. Terutama bagaimana dia ingin dipandang oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang lain. Pola yang dilihat dari gaya hidup seseorang sebenarnya tidak berbeda jauh dengan pola yang dilihat dari kepribadian maupun nilai. Tetapi yang membedahkannya adalah dalam gaya hidup seseorang sangat dipengaruhi oleh pergaulan dan lingkungan sekitar. Konsep gaya hidup konsumen sedikit berbeda dari kepribadian. Gaya hidup terkait dengan bagaimana seseorang hidup, bagaimana menggunakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu mereka, sedangkan kepribadian menggambarkan konsumen lebih kepada perspektif internal, yang memperlihatkan karakteristik pola berpikir, perasaan dan persepsi mereka terhadap sesuatu. Terdapat 3 faktor utama yang dapat mempengaruhi gaya hidup konsumen :
1.   Kegiatan yaitu bagaimana konsumen menghabiskan waktunya.
2.   Minat yaitu tingkat keinginan atau perhatian atas pilihan yang dimiliki konsumen.
3. Pendapat atau pemikiran yaitu jawaban sebagai respon dari stimulus dimana semacam pertanyaan yang diajukan.
Ketiga faktor tersebut merupakan faktor internal, yaitu faktor yang dipengaruhi oleh pribadi konsumen tersebut, sedangkan faktor lain yang dapat memperngaruhi gaya hidup seseorang dan termasuk pada faktor eksternal antara lain : kelas sosial, geografis, dan daur hidup dalam rumah tangga. 

Evaluasi Alternatif Sebelum Pengambilan Keputusan Pembelian


Evaluasi alternatif adalah suatu proses membandingkan dari berbagai alternatif yang tersedia sehingga diperoleh pilihan terbaik. Proses ini tentu merupakan salah satu poin terpenting dalam mengambil keputusan pembelian suatu barang. Saat konsumen melakukan aktivitas ini, mereka sedang mempertimbangkan atribut-atribut yang terdapat pada satu produk dan menilai atribut mana yang lebih penting untuknya yang ia gunakan sebagai dasar keputusan memilih produk (Kotler, 2005). Philip kotler mengemukakan, “Konsumen mempelajari merek-merek yang tersedia dan ciri-cirinya. Informasi ini digunakan untuk mengevaluasi semua alternatif yang ada dalam menentukan keputusan pembeliannya” (1998 : 170).
Persaingan antar perusahaan sejenis mengakibatkan banyaknya produk pilihan yang beredar di pasaran. Namun tidak semua produk tersebut memiliki kualitas yang sama, sehingga konsumen harus semakin selektif dan teliti dalam memilih produk yang tersedia di pasar. Untuk itulah konsumen harus cermat dalam mencari informasi  mengenai tersedianya berbagai alternatif yang akan memenuhi kebutuhannya nanti, dan melakukan evaluasi alternatif produk sebelum mengambil keputusan dalam pembelian. Namun, kegiatan pencarian informasi ini biasanya hanya dilakukan oleh konsumen yang memiliki kesadaran akan kebutuhan dan keinginannya. Beberapa kriteria umum yang biasanya diperhatikan konsumen dalam melakukan evaluasi alternatif pilihan produk antara lain :
1.    Harga
Konsumen cenderung akan memiliha harga yang murahuntuk suatu produk yang ia tahu spesifikasinya. Namun jika konsumen tidak mengetahui kualitas produk tersebut maka harga cenderung menjadi indikator kualitas.
2.    Merek
Merek terbukti menjadi faktor penentu dalam pembelian berbagai produk, seperti tas, sepatu, jam tangan, kosmetik, obat, elektronik, dll. Hal ini penting ketika konsumen sulit menilai kriteria kualitas produk, maka kepercayaan pada merek yang sudah memiliki reputasi baik dapat mengurangi resiko kesalahan dalam pembelian.
3.    Negara Produsen
Beberapa konsumen pun bahkan mempertimbangkan dari negara mana suatu produk dihasilkan. Tidak sedikit negara – negara yang telah dijadikan icon khusus untuk produk – produk tertentu. Seperti parfum dan produk fashion dari Perancis dan Itali, Jam tangan, jaket dan dompet kulit dari Swiss,  produk elektronik dari Jepang, dll.
Selain kriteria di atas, bahkan tidak jarang konsumen yang melakukan penilaian kinerja, dan pengaruh dari masing – masing alternatif terhadap gengsi, kesenangan, dan kepuasan pribadinya sebagai dasar evaluasi. Biasanya, dalam melakukan evaluasi terhadap alternatif produk, konsumen cenderung menggunakan dua tipe informasi, yaitu :
-       Mengetahui merek yang konsumen rencanakan untuk digunakan dalam memilih
-       Menyusun kriteria - kriteria yang akan digunakan untuk mengevaluasi setiap merek
Menurut Sutisna, "Setidak-tidaknya ada dua kriteria evaluasi alternatif. Pertama adalah manfaat yang diperoleh dengan membeli produk. Kedua, kepuasan yang diharapkan"(2001:22). Namun, proses evaluasi alternatif produk pun pada akhirnya tergantung pada masing-masing individu dan situasi membeli spesifik saat itu. Dalam beberapa keadaan, konsumen menggunakan perhitungan dengan cermat dan pemikiran logis. Pada waktu lain, konsumen yang sama hanya sedikit mengevaluasi atau tidak sama sekali; mereka membeli berdasarkan dorongan sesaat atau tergantung pada intuisi. Kadang-kadang konsumen mengambil keputusan membeli sendiri; kadang-kadang mereka bertanya pada teman, petunjuk bagi konsumen, atau wiraniaga untuk memberi saran pembelian. Namun, selama proses evaluasi konsumen akan belajar dari pengalaman dan pola pengumpulan informasi mungkin berubah. Pengalaman konsumsi secara langsung pun akan berpengaruh apakah konsumen akan membeli merek yang sama lagi ataukah menggunakan merk yang lain untuk membandingkan kualitas mana yang lebih baik dari produk sejenis. Konsumen dengan keterlibatan emosional dan keterlibatan yang tahan lama dalam mengavaluasi suatu produk dikategorikan sebagai konsumen dengan keterlibatan yang tinggi. Hal ini menyebabkan konsumen  lebih banyak mencari informasi serta lebih berhati – hati dalam melakukan keputusan pembelian.