Minggu, 11 November 2012

Sikap Motivasi dan Mawas Diri

Motivasi menurut istilah adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau suatu keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan. Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi ditentukan sendiri oleh individu yang melakukannya. Individu dianggap tergerak untuk mencapai tujuan karena motivasi intrinsik (keinginan beraktivitas atau meraih pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan dari melakukan aktivitas tersebut), atau karena motivasi, yakni keinginan untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal. disamping itu terdapat pula faktor yang lain yang mendukung diantaranya ialah faktor internal yang datang dari dalam diri orang itu sendiri. Didalam kehidupan, motivasi memiliki beberapa fungsi, antara lain :
1.    Motivasi Sebagai Pengarah Tujuan dan Penggerak Tindakan
Kata motivasi berasal dari kata ‘motif’, yang dapat didefinisikan sebagai suatu sebab atau tujuan yang dapat mendorong individu untuk melakukan suatu perbuatan. Dengan kata lain, motivasi itulah yang menjadi penggerak utama dalam diri individu untuk berusaha keras mencapai atau memperoleh yang apa diinginkannya baik secara positif maupun negatif.
2.    Motivasi Sebagai Pendorong 
Suatu motivasi memiliki fungsi yang sama dengan aspirasi, hasrat atau cita-cita, yang merupakan pendorong utama yang menggerakkan usaha seseorang untuk bersungguh-sungguh dalam mencapai harapannya. Jadi, semakin besar motivasi seseorang, semakin kuat pula dorongan untuk berusaha dalam dirinya.
3.  Motivasi Sebagai Stimulator 
Maksud motivasi sebagai stimulator disini adalah bahwa dengan timbulnya suatu motivasi dalam diri seseorang dapat menimbulkan suatu rangsangan yang dapat menambah semangat dalam masing – masing individu terhadap pencapaian suatu hal yang benar-benar diingkannya.
4.  Motivasi Sebagai Sumber Keberanian 
Ketika seseorang sudah betul-betul dan benar-benar menginginkan sesuatu, maka ketakutan dan kemalasan akan menjadi 2 hal yang merupakan musuh utama dalam pencapaian tujuan tersebut. Oleh karena itulah, dalam hal ini motivasi berperan penting sebagai sumber timbulnya keberanian, kerajinan dan ketekunan yang dapat melawan kedua hal tersebut.

Selasa, 06 November 2012

Contoh Pengaruh Kelas Sosial dan Status Terhadap Pembelian dan Konsumsi



Pada pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa faktor kebudayaan merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi  pembelian dan konsumsi seseorang. Namun ternyata bukan hanya faktor kebudayaan saja, faktor kelas sosial dan status pun ikut berpengaruh dalam perilaku konsumsi seseorang. Sebagai contoh, seorang direktur perusahaan asing yang tinggal di kawasan elit dan memiliki banyak relasi dengan orang terpandang tentu akan memiliki status sosial yang berbeda dengan anak dari staff perusahaan tersebut. Perbedaan status sosial ini tidak hanya terlihat dari perilaku dan gaya hidup mereka tetapi juga pada pola konsumsi sehari-hari. Seorang direktur perusahaan dengan status sosial yang tinggi biasanya akan memilih tempat pertemuan atau acara makan-makan dengan relasinya di restoran-restoran besar (ex : Grand Hyatt, Shangri-la, Ritz Carlton, J.W. Marriott, dll) sedangkan staff perusahaan cenderung memilih tempat di restoran biasa. Perbedaan konsumsi dari status sosial pun dapat terlihat dari pemakaian kendaraan umum. Seperti yang kita ketahui, untuk taxi tersedia taxi tarif bawah yang bisa digunakan kalangan menengah, taxi blue bird yang biasa digunakan sebagian kalangan menengah keatas, dan taxi Silver Bird yang biasa digunakan kalangan dengan status sosial dan kelas sosial yang tinggi. Pembelian barang sehari-hari pun dapat membedakan status dan kelas sosial konsumen. Biasanya konsumen yang memiliki status sosial tinggi cenderung membeli produk-produk bermerk yang asli atau produk-produk impor, sedangkan konsumen dengan kelas sosial menengah ke bawah hanyak membeli produk bermerk KW atau mungkin produk pabrik lokal yang tidak bermerk. Dari contoh diatas dapat terlihat produsen pun memanfaatkan perbedaan status dan kelas sosial tersebut untuk dalam mengeluarkan produk-produknya. Bentuk pemanfaatan tersebut terlihat dari harga yang ditetapkan dan kualitas produk yang diberikan.
Atau mungkin untuk beberapa kasus tertentu seseorang justru mengubah pola konsumsinya sebagai faktor tuntutan dari status sosial yang melekat padanya. Seperti contoh, Lucy adalah bagian dari unit manager di suatu perusahaan asuransi terbesar di dunia. Namun secara pribadi ia adalah sosok yang sederhana. Ketika ia berusaha merekrut agent baru untuk perusahaannya, Lucy harus mengubah pola konsumsinya menjadi lebih tinggi dengan berpenampilan lebih glamour dan menggunakan produk-produk branded dikarenakan statusnya sebagai unit manager dan untuk meyakinkan para calon agent bahwa jika mereka serius bekerja dalam perusahaan tersebut, kehidupan mereka dapat  menjadi jauh lebih baik seperti halnya para unit manager di perusahaan tersebut. Dengan kata lain, Status Sosial dan Kelas sosial jelas dapat mempengaruhi gaya hidup dan pola konsumsi seseorang. Bahkan tak sedikit beberapa kelompok sosial dari kelas menengah yang berusaha menyamakan pola konsumsinya dengan kelompok dari kelas sosial atas demi memperoleh status sosial yang lebih tinggi dan diakui oleh kelompok dari kelas sosial atas karena pada dasarnya, mayoritas dari bagian kelompok sosial atas cenderung hanya mengakui orang-orang dari kelompok dengan status sosial yang sama.

Contoh Pengaruh Kebudayaan Terhadap Pembelian dan Konsumsi


Dewasa ini, kebudayaan Indonesia sudah banyak dipengaruhi oleh kebudayaan asing, baik itu budaya barat maupun timur (Jepang dan Korea).  Banyaknya pengaruh yang masuk dalam kebudayaan Indonesia tidak hanya mempengaruhi sikap dan perilaku sehari-hari masyarakat Indonesia tapi juga mempengaruhi perilaku pembelian dan konsumsi. Sebagai contoh, di tengah maraknya budaya jepang dan korea yang sedang berkembang di Indonesia, tidak sedikit konsumen yang mulai membeli barang-barang yang bertemakan Jepang/Korea. Seperti halnya makanan, banyak konsumen awalnya mengkonsumsi masakan daerah dari Indonesia kini beralih mengkonsumsi ramen, sushi, kimchi, dsb. Untuk penampilan pun banyak konsumen yang kini mengincar baju (ex : coat, dress) dan tas ala artis-artis korea dan make-up dengan brand korea. Sedangkan untuk budaya jepang, beberapa kalangan mengadakan acara cosplay dimana pihak-pihak yang berpartisipasi dalam acara tersebut harus menggunakan costum layaknya karakter-karakter anime atau tokoh jepang lainnya, dan tentu saja hal tersebut membutuhkan perlengkapan yang harus dibeli. Untuk beberapa kalangan yang merupakan profesional cosplayer, mereka sudah banyak mengumpulkan barang-barang bertemakan jepang tersebut. Bahkan tak jarang penampilan sehari-hari dan kehidupan mereka pun didasari pada budaya jepang.
Contoh-contoh di atas merupakan bentuk dari pengaruh kebudayaan terhadap pembelian dan konsumsi masyarakat. Dimana hal tersebut membuktikan bahwa ternyata memang perilaku konsumsi masyarakat dapat dibentuk dari budaya yang berkembang. Dalam hal ini produsen pun ikut memberikan pengaruh pada perilaku konsumsi masyarakat, khususnya dalam hal pemasaran/pengiklanan atas produk-produknya. Konsep pemasaran yang didasarkan pada budaya jepang/korea tentu akan semakin mempengaruhi konsumen dalam keputusan pembelian dan konsumsinya. Seperti halnya dengan memakai artis-artis jepang dan korea sebagai icon produk kecantikan dan whitening, hal tersebut tentu dapat mendorong minat konsumsi masyarakat untuk mengkonsumsi produk tersebut dengan harapan dapat memberikan efek layaknya yang mereka lihat dari icon produk tersebut. Masyarakat yang semula menggunakan produk dari Indonesia kini mulai beralih menggunakan produk – produk luar. Bagaimanapun juga, pada dasarnya konsumen cenderung akan mengkonsumsi produk-produk yang sedang booming di kalangan masayarakat.

Pengaruh Kelas Sosial dan Status Terhadap Pembelian dan Konsumsi


Dalam lingkungan masyarakat kita melihat bahwa ada perbedaan-perbedaan yang berlaku dan diterima secara luas oleh masyarakat. Beragamnya orang yang ada di suatu lingkungan akan membentuk status sosial dan kelas sosial. Status sosial merupakan sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya, sedangkan kelas sosial adalah stratifikasi sosial menurut ekonomi. Suatu keputusan pembelian dan konsumsi seseorang dapat dipengaruhi oleh salah satunya kelas dan status social. Pengaruh dari adanya kelas sosial dan status sosial terhadap pembelian dan konsumsi dapat terlihat dari pembelian akan kebutuhan untuk sehari-hari, bagaimana seseorang dalam membeli akan barang kebutuhan sehari-hari baik yang primer ataupun hanya sebagai penghias dalam kelas sosial begitu berbeda. Para konsumen mungkin membeli suatu produk tertentu karena produk-produk ini disukai oleh anggota kelas sosial mereka sendiri maupun kelas yang lebih tinggi, dan konsumen mungkin menghindari berbagai produk lain karena mereka merasa produk-produk tersebut adalah produk-produk kelas yang lebih rendah. Untuk kelas sosial dari status yang lebih tinggi akan membeli barang kebutuhan yang bermerek terkenal, ditempat yang khusus dan memiliki harga yang cukup mahal. Sedangkan untuk kelas sosial dari status yang lebih rendah akan membeli barang kebutuhan yang sesuai dengan kemampuannya dan ditempat yang biasa saja.
Status dan Kelas sosial menunjukan preferensi produk dan merek dalam bidang-bidang ter-tentu seperti pakaian, perabotan rumah, kegiatan pada waktu luang, dan kendaraan. Beberapa pemasar memfokuskan usaha mereka pada satu kelas social. Misalnya Shang Palace di Shangrila Hotel Singapura berfokus pada pelanggan kelas atas, sedangkan kios makanan di pusat penjaja terbuka berfokus pada pelanggan kelas menengah dan bawah. Gaya hidup dari lapisan atas akan berbeda dengan gaya hidup lapisan menengah dan bawah. Demikian juga halnya dengan perilaku masing-masing anggotanya dapat dibedakan sehingga kita mengetahui dari kalangan kelas social mana seseorang berasal. Peneliti konsumen telah menemukan bukti bahwa di setiap kelas sosial, ada faktor-faktor gaya hidup tertentu (kepercayaan, sikap, kegiatan, dan perilaku bersama) yang cenderung membedakan anggota setiap kelas dari anggota kelas sosial lainnya. Adapun yang merupakan ukuran kelas sosial dari konsumen yang dapat diterima secara luas dan mungkin merupakan ukuran kelas sosial terbaik terlihat dari pekerjaan, pendidikan dan penghasilan.

Senin, 05 November 2012

Pengaruh Kebudayaan Terhadap Pembelian dan Konsumsi


Menurut Berkowitz, (2000)  Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen yaitu faktor situasional, psikologis, marketing mix, dan sosial budaya. Faktor sosial dan budaya itu sendiri meliputi kelompok referensi, keluarga, kelas, sosial dan budaya. Dari keseluruhan faktor yang dapat mempengaruhi pembelian dan konsumsi, faktor budaya merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh paling luas karena budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Dalam kaitannya dengan pembelian dan konsumsi, budaya dapat didefinisikan sebagaisejumlah total dari beliefs, values, dan customs yang dipelajari yang ditujukan pada perilaku konsumen dari anggota masyarakat tertentu. Lebih luas lagi, baik values maupun beliefs merupakan konstruk mental yang mempengaruhi sikap yang kemudian berpengaruh terhadap kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap perilaku tertentu. Berbeda dengan values dan beliefs yang menjadi pedoman berperilaku, customs atau kebiasaan terdiri dari perilaku rutin sehari-hari yang merupakan cara berilaku yang dapat diterima.
Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Melalui hal tersebut, Konsumen melihat diri mereka sendiri dan bereaksi terhadap lingkungan mereka, karena setiap individu mempersepsikan dunia dengan pendapat dan cara pandang masing-masing.Singkatnya, faktor kebudayaan dapat memuaskan kebutuhan, budaya bisa dipelajari, dan yang paling penting adalah budaya berkembang, karena semakin berkembangnya kebudayaan atau yang biasa kita dengar dengan istilah Up To Date maka akan semakin berkembang pula perilaku konsumsi seseorang.