Pada akhir bulan Maret lalu, Indonesia digemparkan dengan aksi demo besar-besaran yang merupakan puncak dari demo-demo sebelumnya atas isu kenaikan bbm. Ribuan mahasiswa, memenuhi jalur-jalur besar dengan aksi demo yang beragam, mulai dari berkumpul dan menyerukan suara rakyat, aksi drama teatrikal, hingga aksi-aksi yang anarkis Akibatnya, beberapa titik jalan raya di Jakarta diblokir dan menimbulkan kemacetan lalu lintas yang cukup parah di sejumlah titik, akibat dari pengalihan arus lalu-lintas. Rakyat Indonesia, khususnya mahasiswa, dengan lantang menyerukan suara mereka yang secara keras menolak kenaikan bbm. Berbagai alasan penolakan diungkapkan dari sejumlah pihak, mulai dari kekhawatiran atas kenaikan harga barang sebagai efek dari kenaikan bbm, rakyat semakin tersiksa dan merasa semakin sulit memenuhi kebutuhan hidupnya, hingga mempertanyakan atas pajak yang telah dibayar rakyat selama ini, mengapa bbm masih saja naik??
Dibalik seluruh suara hati rakyat tersebut, tidak sedikit dari mereka yang mengeluarkan suaranya sebagai bentuk tuntutan rakyat atas Hak Asasi mereka sebagai warga negara Indonesia. Rakyat mengeluhkan atas ketidakadilan pemerintah, mereka merasa bahwa pemerintah lah yang justru paling banyak merasakan manfaat-manfaat dari pajak yang mereka bayar dan subsidi bbm yang diberikan pemerintah pusat. Karena itulah meraka berkumpul pada hari itu untuk menuntut keadilan dan hak mereka. Namun, dari seluruh bentuk aksi demo yang terjadi, apakah seluruhnya benar-benar menuntut dan memperjuangkan HAM, ataukah hanya meluapkan emosi pribadi namun mengatasnamakan menuntut HAM??
Menurut saya pribadi, aksi demo itu sendiri tidaklah salah. Hal itu jelas sudah tercantum pada pasal 28, bahwa rakyat berhak untuk berkumpul dan mengeluarkan pendapatnya, dan hal itu mereka salurkan dalam wujud aksi-aksi demontrasi. Terlebih lagi, para demonstran pun tentu tidak akan melakukan aksi-aksi demo semata dengan bermandikan keringat, berjemur dibawah terik matahari tanpa alasan dan tujuan yang jelas. Mereka melakukan hal tersebut karena merasa suara mereka perlu didengar oleh pemerintah atas suatu kebijakan atau tindakan pemerintah yang sekiranya merugikan atau menyulitkan kehidupan mereka sebagai rakyat. Namun tidak jarang aksi-aksi mereka dianggap angin lalu semata oleh pemerintah. Jangankan untuk diterima dan direalisasikan, bahkan untuk didengar pun tidak. Maka dari itu saya tidak merasa aneh ketika beberapa dari mereka mulai geram dan melakukan aksi-aksi yang cukup anarkis. Namun jika ditanya apakah saya setuju dengan tindakan tersebut? Itu salah. Mengapa? Bukankah mereka hanya berusaha memperjuangkan hak-hak mereka? Ya, benar, tetapi dibalik semua tindakan itu, apakah mereka juga memperhatikan hak asasi pihak lainnya? Khususnya warga sekitar yang dijadikan tempat mereka untuk melakukan demo secara anarkis. Mereka marah dan kesal atas tindakan pemerintah yang dianggap egois, tidak adil, mengusik, dan mengambil sebagian hak yang seharusnya bisa mereka nikmati, tetapi apakah dengan tindakan merusak, membakar, melukai aparat keamanan, bahkan sampai melukai warga yang tidak terlibat dalam aksi tersebut itu mereka juga telah menjaga dan melindungi hak asasi warga lainnya? Dan menurut saya itu sama sekali TIDAK. Secara tidak langsung, tindakan anarkis itu telah mengambil hak asasi warga lain untuk hidup tenang, untuk merasa aman, bahkan beberapa dari mereka kehilangan hak asasi mereka untuk hidup akibat dari serangan brutal, pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Lalu apakah dengan begitu mereka bisa memenangkan tuntutan atas hak mereka? Apakah dengan kekacauan tersebut persoalah kenaikan dapat diatasi? Apakah dengan jatuhnya korban-korban dalam aksi tersebut lalu dapat menggerakan pemerintah untuk mendengarkan aspirasi mereka?
Secara pribadi, menurut saya hal itu sangatlah tidak logis. Sama sekali tidak menunjukan sisi seorang mahasiswa yang seharusnya berpendidikan, bermoral, dan bisa lebih kreatif dalam menyampaikan aspirasi mereka. Untuk beberapa kelompok yang menuntut hak asasi mereka dalam bentuk aksi drama teatrikal, dan aksi-aksi kesenian lainnya, menurut saya itulah yang dikatakan sebagai cara dan penyampaian tuntutan yang tepat. Saya yakin, setiap orang setuju, sekeras apapun hidup orang tersebut, namun secara pribadi tidak ada satupun dari mereka yang senang diperlakukan secara keras. Begitupun dengan demo, terlepas itu dari pemerintah menerima atau tidak, tetapi pikirlah, apakah para wakil rakyat senang melihat dan mendengar tindakan penyampaian aspirasi yang dilakukan dengan aksi yang anarkis? Melihat dan mendengarnya pun tentu sudah pusing, sudah malas, apalagi mencoba menerima dan merealisasikannya? Tidak menutup kemungkinan ketika para demonstran anarkis tersebut diajak berunding, justru wakil rakyat tersebut malah diserang dan akhirnya berujung pada situasi yang semakin memanas.
Jadi, bagi para demonstran, saya rasa penting sekali memikirkan cara-cara yang sekiranya dapat mengesankan, menyentuh, dan menimbulkan simpati bagi warga lain yang melihat dan pemerintah tentunya. Jangan sampai aksi demo dilakukan dengan mengatasnamakan mewakili suara rakyat untuk menuntuk HAM yang telah direbut, namun justru tindakan yang dilakukan mereka pada akhirnya mengusik dan merebut HAM pihak lainnya. Menuntut hak asasi itu boleh, namun jangan sampai melupakan kewajiban untuk memperhatikan dan melindungi hak asasi warga lainnya. Karena bagi saya, demo atas kenaikan bbm yang terjadi Maret lalu, merupakan bentuk tindakan penyampaian yang justru menimbulkan rasa antipati (bagi pihak-pihak yang mengerti arti HAM sesungguhnya), dan justru menghilangkan makna penyampaian aspirasi rakyat itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar