Dalam mengambil keputusan pembelian atas suatu produk, konsumen terlebih
dahulu harus mengevaluasi alternatif – alternatif produk yang akan dibelinya.
Namun sebagian konsumen justru bersikap tidak peduli pada perbedaan – perbedaan
antara satu produk dengan produk lainnya, dan lebih berlandaskan pada ‘terpenuhinya
kebutuhan’ tanpa memerhatikan kepuasannya sebagai konsumen. Sebagai contoh,
Elisha adalah tipe pembeli yang sangat selektif, setiap kali membeli suatu
produk tidak jarang dia menghabiskan lebih banyak waktunya hanya untuk memilih
dan membaca satu per satu informasi produk tersebut pada kemasannya. Sekalipun
Elisha sudah memiliki pengalaman yang puas atas pemakaian suatu produk di masa
lalu, namun ketika dia menemukan adanya produk sejenis yang baru dia pun
melakukan evaluasi ulang untuk membandingkan produk baru tersebut dengan produk
yang sudah pernah digunakannya. Menurutnya, sebagai konsumen dia harus cermat,
cerdas, dan teliti dalam menggunakan produk, karena baginya kepuasan akan
manfaat produk tersebut paling utama dalam pertimbangan ketika melakukan
keputusan pembelian. Harga bukanlah prioritas utamanya, Elisha yakin bahwa
harga tidak pernah menipu dan merupakan salah satu indikator penentu baik
buruknya kualitas suatu produk.
Di lain pihak, Resha adalah pembeli yang sangat bertolak belakang dengan
Elisha. Dia tidak biasa melakukan evaluasi mendalam pada kualitas produk ketika
melakukan pengambilan dalam keputusan pembelian. Menurutnya, harga adalah
faktor terpenting sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan keputusan
pembelian dan semua kualitas produk dianggap sama. Memang Resha pun meyakini
bahwa tidak setiap produk memiliki kualitas yang sama persis, namun baginya itu
bukanlah masalah karena pada intinya produk tersebut pun akan memberikan
manfaat yang ‘sama’ pada akhirnya, dan jika sudah menemukan produk yang memang
memberikan manfaat yang sangat memuaskan, maka evaluasi produk terhadap produk
sejenis dianggap tidak lagi penting. Menurut Resha, perbedaan harga itu tidak
mengakibatkan perbedaan jauh pada kualitas, hal itu hanya terkait masalah
kemasan atau karena ‘brand’ dari perusahaan besar.
Dari kedua contoh diatas, tampak jelas keduanya memiliki pandangan yang
berbeda mengenai evaluasi alternatif produk. Hal itu dipengaruhi oleh persepsi
masing – masing individu itu sendiri atas nilai dan manfaat dari suatu produk,
dan mengaibatkan terpentuknya pola perilaku konsumen yang berbeda pula. Karena
itu, evaluasi alternatif produk dianggap sebagai salah satu faktor penentu yang
dapat membentuk pola perilaku konsumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar