Selasa, 06 November 2012

Contoh Pengaruh Kelas Sosial dan Status Terhadap Pembelian dan Konsumsi



Pada pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa faktor kebudayaan merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi  pembelian dan konsumsi seseorang. Namun ternyata bukan hanya faktor kebudayaan saja, faktor kelas sosial dan status pun ikut berpengaruh dalam perilaku konsumsi seseorang. Sebagai contoh, seorang direktur perusahaan asing yang tinggal di kawasan elit dan memiliki banyak relasi dengan orang terpandang tentu akan memiliki status sosial yang berbeda dengan anak dari staff perusahaan tersebut. Perbedaan status sosial ini tidak hanya terlihat dari perilaku dan gaya hidup mereka tetapi juga pada pola konsumsi sehari-hari. Seorang direktur perusahaan dengan status sosial yang tinggi biasanya akan memilih tempat pertemuan atau acara makan-makan dengan relasinya di restoran-restoran besar (ex : Grand Hyatt, Shangri-la, Ritz Carlton, J.W. Marriott, dll) sedangkan staff perusahaan cenderung memilih tempat di restoran biasa. Perbedaan konsumsi dari status sosial pun dapat terlihat dari pemakaian kendaraan umum. Seperti yang kita ketahui, untuk taxi tersedia taxi tarif bawah yang bisa digunakan kalangan menengah, taxi blue bird yang biasa digunakan sebagian kalangan menengah keatas, dan taxi Silver Bird yang biasa digunakan kalangan dengan status sosial dan kelas sosial yang tinggi. Pembelian barang sehari-hari pun dapat membedakan status dan kelas sosial konsumen. Biasanya konsumen yang memiliki status sosial tinggi cenderung membeli produk-produk bermerk yang asli atau produk-produk impor, sedangkan konsumen dengan kelas sosial menengah ke bawah hanyak membeli produk bermerk KW atau mungkin produk pabrik lokal yang tidak bermerk. Dari contoh diatas dapat terlihat produsen pun memanfaatkan perbedaan status dan kelas sosial tersebut untuk dalam mengeluarkan produk-produknya. Bentuk pemanfaatan tersebut terlihat dari harga yang ditetapkan dan kualitas produk yang diberikan.
Atau mungkin untuk beberapa kasus tertentu seseorang justru mengubah pola konsumsinya sebagai faktor tuntutan dari status sosial yang melekat padanya. Seperti contoh, Lucy adalah bagian dari unit manager di suatu perusahaan asuransi terbesar di dunia. Namun secara pribadi ia adalah sosok yang sederhana. Ketika ia berusaha merekrut agent baru untuk perusahaannya, Lucy harus mengubah pola konsumsinya menjadi lebih tinggi dengan berpenampilan lebih glamour dan menggunakan produk-produk branded dikarenakan statusnya sebagai unit manager dan untuk meyakinkan para calon agent bahwa jika mereka serius bekerja dalam perusahaan tersebut, kehidupan mereka dapat  menjadi jauh lebih baik seperti halnya para unit manager di perusahaan tersebut. Dengan kata lain, Status Sosial dan Kelas sosial jelas dapat mempengaruhi gaya hidup dan pola konsumsi seseorang. Bahkan tak sedikit beberapa kelompok sosial dari kelas menengah yang berusaha menyamakan pola konsumsinya dengan kelompok dari kelas sosial atas demi memperoleh status sosial yang lebih tinggi dan diakui oleh kelompok dari kelas sosial atas karena pada dasarnya, mayoritas dari bagian kelompok sosial atas cenderung hanya mengakui orang-orang dari kelompok dengan status sosial yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar