Kamis, 10 Januari 2013

Contoh Proses Pengambilan Keputusan oleh Konsumen

Perilaku konsumen yang diamati bedasarkan dari perilaku pembelian konsumen merupakan salah satu tahap dari proses pembuatan/pengambilan keputusan konsumen.  Sebelum dan sesudah melakukan pembelian, seorang konsumen akan melakukan sejumlah proses yang mendasari pengambilan keputusan, yaitu :
1.  Pencarian informasi
Dalam hal ini pencarian informasi tersebut berarti melakukan pengumpulan data dan informasi lainnya atas berbagai pilihan produk yang ada atau atas 1 produk hendak dibeli. Seperti misalnya pencarian informasi melalui internet, bertanya pada teman yang telah memakai produk tersebut, apakah memberikan kesan yang positif atau negatif, atau bahkan untuk keperluan yang lebih penting, sebagian konsumen dapat menyebarkan kuisioner untuk mengetahui penilaian konsumen lain terhadap produk tersebut. Proses ini penting dilakukan agar konsumen dapat memperoleh gambaran atas kepuasan yang dapat diperoleh dari konsumsi barang tersebut, kecuali jika memang konsumen adalah tipe konsumen yang pasif dan mengambil keputusan pembelian tanpa memikirkan puas atau tidaknya atas pemakaian produk tersebut.

2.  Mengevaluasi Alternatif
Setelah melakukan pencarian informasi, konsumen tentu akan memperoleh sekian banyak feedback dari konsumen lainnya dan tentu konsumen tidak dapat mengambil setiap feedback tersebut satu-per-satu, melainkan harus melakukan evaluasi terhadap alternatif alternatif yang ada. Seperti halnya produk shampo, ada yang mengatakan cocok menggunakan shampo A, namun pihak lain justru tidak cocok dan cenderung memilih shampo B karena alasan yang berbeda. Disinilah kecermatan konsumen diperlukan, karena hasil evaluasi inilah yang akan dibutuhkan sebagai dasar keputusan pembelian. Jadi konsumen sendiri harus cermta dalam menilai produk tersebut selain mengandalkan informasi dari konsumen lainnya.

3.  Keputusan Pembelian
Setelah konsumen mengevaluasi beberapa alternatif strategis yang ada, konsumen akan membuat keputusan pembelian. Terkadang waktu yang dibutuhkan antara membuat keputusan pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama dikarenakan adanya hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan. 


4.  Evaluasi Pasca Pembelian
Setelah membeli produk tersebut, konsumen akan melakukan evaluasi apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya atau tidak. Dalam hal ini, terjadi kepuasan dan ketidakpuasan konsumen. Konsumen akan puas jika produk tersebut sesuai dengan harapannya dan selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan merk produk tersebut di masa depan. Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas jika produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan menurunkan permintaan konsumen di masa depan. Jadi jelas evaluasi pasca pembelian ini termasuk faktor penting dalam proses pengambilan keputusan pembelian. Bagi konsumen yang masih pertama kali membeli suatu produk mungkin dia akan memutuskan pembelian berdasarkan proses awal, yaitu dari informasi dan evaluasi alternatif yang diperoleh, namun bagi konsumen yang telah mengkonsumsi suatu produk tertentu maka keputusan pembeliannya akan berdasarkan evaluasinya sendiri atas kepuasan yang dirasakan dari produk tersebut.

Contoh Pengaruh Situasi dalam Perilaku Konsumsi

Pengaruh situasi sangatlah berbengaruh terhadap perilaku konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli suatu barang atau produk. Faktor lingkungan adalah hal yang menyebabkan suatu situasi dimana perilaku konsumen muncul pada waktu tertentu dan tempat tertentu. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, terdapat 5 karakteristik situasi konsumen, antara lain :
1.    Lingkungan Fisik, yaitu sarana fisik yang menggambarkan situasi konsumen yang meliputi: lokasi, dekorasi, aroma, cahaya, cuaca dan objek fisik lainnya yang ada di sekeliling konsumen.
Sebagai contoh, sering kita lihat pada tempat hiburan Dunia Fantasi, banyak pedagang yang menjual minuman dingin dan eskrim, dan banyak pula pembelinya. Mengapa demikian? Karena situasi dan kondisi dari lingkungan tersebut memang mendukung untuk konsumen mencari minuman dingin setelah seharian penuh bermain dan mengitari kawasan Dunia Fantasi yang sangat luas. Sebaliknya, di lingkungan yang sejuk cenderung banyak pedangan yang menjual makanan dan minuman yang hangat, ada pula yang menjual syal dan sarung tangan rajutan. Jika barang-barang tersebut dijual di pantai pasti konsumen enggan membelinya. Oleh karena itu, jelas faktor lingkungan fisik mempengaruhi situasi pada pola konsumsi seseorang.

2.    Lingkungan Sosial, yaitu kehadiran dan ketidakhadiran orang lain pada situasi tersebut.
Dalam hal lingkungan sosial, hal ini dapat dipahami melalui contoh berikut. Mengapa sekarang ini banyak sekali pedagang yang menjual barang-barang bertemakan ‘couple’? Mengapa pula banyak sekali konsumen yang minat dengan barang-barang tersebut? Karena dalam lingkungan sosial mereka ada sosok orang lain yang dianggap spesial bagi mereka, entah itu sahabat, pacar, atau anggota keluarganya. Seperti halnya sekelompok perempuan yang bersahabat, biasanya ketika pergi ke suatu tempat wisata mereka cenderung akan membeli barang yang sama atau serupa sebagai tanda persahabatan mereka, atau biasanya terjadi pada anak kembar yang membeli barang-barang yang sama. Jika saat itu mereka tidak memiliki seseorang yang spesial, maka belum tentu mereka akan membeli barang tersebut.

3.    Waktu, yaitu saat perilaku muncul (jam, hari, musim libur, bulan puasa, tahun baru).
Waktu mungkin diukur secara subjektif berdasarkan situasi konsumen. Yang dimaksud subjektif disini karena waktu yang dimiliki seseorang tidak selalu sama dengan orang yang lain. Seperti contoh,  waktu libur seorang mahasiswa biasanya tidak sama dengan waktu libur siswa sekolah, atau waktu saat seseorang memutuskan untuk membeli produk A belum tentu sama dengan waktu individu lain, karena itu perhitungan waktu ini dikatakan subjektif. Sedangkan yang dimaksud faktor waktu disini adalah situasi yang dapat terjadi pada waktu individu melakukan konsumsi. Seperti contoh, biasanya bagi orang dengan aktivitas tinggi dan sibuk, biasanya mereka memilih untuk mengkonsumsi fast food atau makanan lain yang dapat dimakan dengan mudah, seperti roti isi, atau mie instan. Berbeda dengan wanita rumah tangga yang memiliki waktu lebih banyak di rumah, mereka cenderung memasak dan memakan masakan rumah.

4.    Tujuan, yaitu harapan yang ingin dicapai pada suatu situasi.
Misalkan konsumen yang belanja untuk acara keluarga di rumah akan menghadapi situasi berbeda dibandingkan belanja untuk kebutuhan sendiri. Ketika menghadapi acara keluarga situasi yang akan terjadi cenderung lebih formal karena itu mereka akan mempersiapakan segalanya secara teliti dan mendetil dibandingkan dengan belanja kebutuhan sendiri yang cenderung lebih santai.

5.    Suasana Hati, yaitu kondisi jiwa yang sesaat (misalnya perasaan khawatir, tergesa-gesa, sedih, marah) yang dibawa pada suatu situasi.
Faktor situasi hati ini lah yang biasanya paling paling mempengaruhi pada saat situasi perilaku konsumsi seseorang. Seperti contoh, banyak orang yang sedang sedih, lalu mereka cenderung banyak makan atau justru sebaliknya. Ada pula konsumen yang justru lebih tinggi pola konsumsinya ketika sedang merasa bahagia. Jadi jelas suasana hati merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi situasi perilaku konsumsi seseorang.

Contoh Pengaruh Keluarga dan Rumah Tangga dalam Perilaku Konsumsi


Ada banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dan proses pengambilan keputusannya dalam pembelian suatu barang, antara lain keluarga dan rumah tangga. Saat ini keberadaan keluarga dan rumah tangga sangat berpengaruh terhada pola hidup dan prilaku konsumsi seseorang. Hal ini didasari pada gaya hidup keluarga maupun rumah tangga itu sendiri. Semakin tinggi derajat keluarga, semakin tinggi juga kebutuhan hidup. Biasanya yang paling dipengaruhi dalm hal pola konsumsi dalam keluarga adalah anak-anak karena pada dasarnya seorang anak cenderung masih mengikuti dan mempelajari bagaimana pola atau perilaku konsumsi dari anggota keluarga yang lebih tua dari mereka , dari situlah mereka mulai membentuk pola konsumsi mereka masing-masing ketika beranjak dewasa. Dewasa ini, rata-rata perilaku memahami dan mempelajari pola konsumsi ini mulai dilakukan pada anak-anak berusia 6-12 tahun, dan ketika seorang anak sudah memasuki usia remaja barulah mereka membentuk pola konsumsi mereka sendiri. Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan dengan melihat pola konsumsi orang tuanya yang boros, cenderung akan membentuk pola konsumsi yang boros pula. Bahkan dengan melihat pola konsumsi yang tinggi dari anggota keluarganya mereka mungkin membentuk asumsi bahwa uang bukanlah masalah, karena itu, merupakan hal yang normal bagi mereka jika pola konsumsi mereka seperti itu. Dengan kata lain, pola konsumsi keluarga dan perilaku dalam rumah tangga, khususnya orang tua, sangat penting untuk diperhatikan karena secara tidak sadar hal itu dapat membentuk dan mempengaruhi perilaku konsumen dalam rumah tangga itu sendiri.
Keluarga sebagai suatu lingkup paling dekat dengan konsumen “keluarga” merupakan pengaruh paling kuat pada si konsumen dalam memilih suatu produk. Mengapa demikian, pertama adalah keluarga sebagai sumber orientasi yang terdiri dari keluarga. Kedua adalah keluarga sebagai sumber keturunan. Jadi keluarga ada hubungannya dalam mempengaruhi prilaku konsumen. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pola konsumsi keluarga dapat mempengaruhi keseluruhan perilaku konsumen dalam rumah tangga. Sebagai sumber orientasi terdekat, seorang anggota keluarga cenderung akan bertanya akan suatu produk kepada anggota keluarganya yang lain terlebih dahulu dibandingkan terhadap orang luar, atau bisa saja seorang anggota keluarga mengenal suatu produk karena melihat anggota keluarganya memakai produk tersebut, seperti dalam pemakaian sabun, pasta gigi, shampo, sikat gigi, dll. Selain itu keluarga sebagai sumber keturunan, kadang kita suka mendengar bahwa perilaku anak tidak akan jauh dari orang tuanya, hal itu dapat pula diterapkan pada perilaku konsumsinya. Jadi sudah merupakan teori yang umum bahwa anak yang dibesarkan dan didik dengan perilaku konsumsi keluarga yang sederhana akan terbentuk smenjadi pribadi yang memiliki pola konsumsi yang rendah pula, begitu juga sebaliknya. Walaupun memang tak jarang seorang anak yang memiliki perilaku konsumsi yang boros dan cenderung glamour justru memiliki keluarga dengan pola konsumsi yang sebaliknya, namun hal tersebut dapat pula diakibatkan faktor lingkungan, seperti teman-teman di lingkungan sekolahnya, dll, mengingat bahwa perilaku konsumsi tidak hanya dipengaruhi faktor internal tetapi dapat pula dipengaruhi faktor eksternal.

Rabu, 09 Januari 2013

Sumber Daya Konsumen dan Pengetahuan

Potensi sumberdaya ekonomi atau lebih dikenal dengan potensi ekonomi pada dasarnya dapat diartikan sebagai sesuatu atau segala sesuatu sumberdaya yang dimiliki baik yang tergolong pada sumberdaya alam (natural resources/endowment factors) maupun potensi sumberdaya manusia yang dapat memberikan manfaat serta dapat digunakan sebagai modal dasar pembangunan (ekonomi) wilayah tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya secara struktural harus bisa dialihkan pada sumberdaya alam lain. Misalnya, penggunaan energi sinar matahari, panas bumi, atau gelombang laut termasuk angin, akan dapat mengurangi ketergantungan manusia terhadap sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui. Sumber daya konsumen tersebut terbagi atas 3, yaitu :
1.   Sumber Daya Konsumen Ekonomi (Uang)
Uang adalah alat transaksi yang sangat diperlukan oleh konsumen untuk membeli produk. Keputusan Konsumen sehubungan dengan produk dan merek sangat  dipengaruhi oleh jumlah sumber daya ekonomi misalnya uang. Tanpa uang konsumen tidak bisa membeli apapun.  Pembelian sangat dipengaruhi oleh pendapatan konsumen sama halnya dengan, harapan konsumen mengenai pendapatan masa datang menjadi variabel penting dalam meramalkan perilaku konsumen.
2.   Sumber Daya Konsumen (Waktu)
Ø Sumber Daya Temporal
Waktu menjadi variabel yang semakin penting dalam memahami perilaku konsumen. Karena, konsumen semakin mengalami kemiskinan akan waktu. Namun demikian ada suatu bagian waktu yang dihabiskan untuk kegiatan yang sangat pribadi yaitu waktu senggang. Produk yang diklasifikasikan menurut sifat waktu konsumen disebut barang waktu (time goods), yang terbagi dalam 2 kelompok, antara lain :
1.   Barang yang Menggunakan Waktu
Produk yang memerlukan pemakaian waktu dalam mengkonsumsinya. Contoh: Berenang, sepak bola, badminton (waktu Senggang) Tidur, perawatan tubuh, pulang pergi (waktu wajib)
2.   Barang Penghemat Waktu
Produk yang menghemat waktu memungkinkan konsumen meningkatkan waktu leluasa mereka. Contoh: Rice Cooker, Mesin Cuci, Handphone.
3.   Sumber Daya Konsumen (Kognitif)
Pengertian sumber daya kognitif adalah kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya skema-skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme.
Ø Sumber Daya Kognitif – Perhatian
Sumberdaya Kognitif menggambarkan kapasitas mental yang tersedia untuk menjalankan berbagai kegiatan pengolahan informasi Alokasi Kapasitas Kognitif dikenal sebagai perhatian (attention). Perhatian terdiri dari dua dimensi:
1.   Arahan (direction) menggambarkan fokus perhatian
2.   Intensitas mengacu pada jumlah kapasitas yang difokuskan pada arahan tertentu. Karena kapasitas tersebut terbatas, orang harus selektif dalam apa yang mereka perhatikan dan berapa banyak perhatian dialokasikan selama pengolahan informasi.

Mempengaruhi Sikap dan Perilaku

Sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa. Hal ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu, sedangkan perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar. Untuk memahami perilaku manusia diperlukan bantuan berbagai macam ilmu pengetahuan. Ilmu fisiologi, mempelajari tingkah laku manusia, dengan menitikberatkan sifat-sifat yang khas dari organ-organ dan sel-sel yang ada dalam tubuh. Sedangkan sosiologi, mempelajari bentuk-bentuk tingkah laku dan perbuatan manusia dengan menitik beratkan pada masyarakat dan kelompok sosial sebagai satu kesatuan, dan melihat individu sebagai bagian dari kelompok masyarakat (keluarga, kelompok sosial, kerabat, clan, suku, ras, bangsa). Di antara dua kelompok ilmu pengetahuan ini berdiri psikologi, yang membidangi individu dengan segala bentuk aktivitasnya, perbuatan, perilaku dan kerja selama hidupnya (Kartini, K., 1980). Selanjutnya Kartini menyatakan, bahwa fisiologi memberikan penjelasan mengenai macam-macam tingkah laku lahiriah, yang sifatnya jasmani. Sedangkan manusia merupakan satu totalitas jasmani-rohani. Psikologi mempelajari bentuk tingkah laku (perbuatan, aktivitas) individu dalam relasinya dengan lingkungannya. Dari pemahaman diatas, terlihat bahwa betapa mempelajari sikap dan perilaku manusia sangat penting, agar tercipta hubungan yang baik dengan lingkungan sekitarnya.
Secara umum, dalam berbagai referensi, sikap memiliki 3 komponen yakni : kognitif, afektif, dan kecenderungan tindakan (Morgan dan King, 1975 ; Krech dan Ballacy, 1963 ; Howard dan Kendler, 1974 ; Gerungan, 2000). Komponen kognitif merupakan aspek sikap yang berkenaan dengan penilaian individu terhadap obyek atau subyek. Informasi yang masuk ke dalam otak manusia, melalui proses analisis, sintesis, dan evaluasi akan menghasilkan nilai baru yang akan diakomodasi atau diasimilasikan dengan pengetahuan yang telah ada di dalam otak manusia. Nilai – nilai baru yang diyakini benar, baik, indah, dan sebagainya, pada akhirnya akan mempengaruhi emosi atau komponen afektif dari sikap individu. Oleh karena itu, komponen afektif dapat dikatakan sebagai perasaan (emosi) individu terhadap obyek atau subyek, yang sejalan dengan hasil penilaiannya. Sedang komponen kecenderungan bertindak berkenaan dengan keinginan individu untuk melakukan perbuatan sesuai dengan keyakinan dan keinginannya.
Menurut James F. Engel – Roger D. Blackwell – Paul W. Miniard dalam Saladin (2003 : 19) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu :
1.   Pengaruh lingkungan, terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga dan situasi. Sebagai dasar utama perilaku konsumen adalah memahami pengaruh lingkungan yang membentuk atau menghambat individu dalam mengambil keputusan berkonsumsi mereka. Konsumen hidup dalam lingkungan yang kompleks, dimana perilaku keputusan mereka dipengaruhi oleh keempat faktor tersebut diatas.
2.   Perbedaan dan pengaruh individu, terdiri dari motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Perbedaan individu merupkan faktor internal (interpersonal) yang menggerakkan serta mempengaruhi perilaku. Kelima faktor tersebut akan memperluas pengaruh perilaku konsumen dalam proses keputusannya.
3.   Proses psikologis, terdiri dari pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku. Ketiga faktor tersebut menambah minat utama dari penelitian konsumen sebagai faktor yang turut mempengaruhi perilaku konsumen dalam penambilan keputusan pembelian.

Pembelian

Perilaku beli adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan seseorang dalam membeli atau menggunakan suatu produk.
Oleh karena itu perlu diketahui :
Ø   Mengapa orang melakukan pembelian suatu produk?
Ø   Faktor apa yang mempengaruhi proses pembelian itu?
Ø   Faktor-faktor apa saja yang menentukan masyarakat kita?
Ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku beli seseorang, antara lain :
1.   Personal
2.   Psikologi
3.   Sosial
Terdapat 2 hal yang mempengaruhi model perilaku pembelian, yaitu :
1.   Tingkat pengaruh pengambilan keputusan beli itu sendiri. Tingkat kepentingan dan intensitas dari "daya tarik" produk dalam siatuasi tertentu.
2.   Tingkat keterlibatan pembeli diihat dari motivasi "pencarian informasi" tentang produk atau merk dengan mengabaikan produk atau merk yang lain. Tingkat keterlibatan ini terdiri atas 2, yaitu :
Ø Tingkat keterlibatan tinggi, biasanya untuk produk yang sangat penting bagi konsumennya, berhubungan dengan ego ataupun imege seseorang. Oleh karena itu ada resiko-resiko yang menyertainya, seperti resiko finansial, resiko sosial, atau psikologis. Dibanyak kasus konsumen membutuhkan lebih banyak waktu dan energi sebelum membeli.
Ø Tingkat keterlibatan rendah, biasanya untuk produk yang tidak seberapa penting bagi konsumen, resiko yang ditanggung juga lebih kecil.
Terdapat 4 jenis perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat diferensiasi merek, yaitu :
1.   Perilaku pembelian yang rumit
Konsumen terlibat dalam pembelian yang rumit dan menyadari adanya perbedaan signifikan diantara berbagai merk. Dan biasanya merupakan kasus untuk produk yang mahal, jarang dibeli, berisiko, dan sangat mengekspresikan pribadi. Biasanya konsumen tidak banyak tahu tentang kategori produk tersebut dan harus belajar banyak.
2.   Perilaku pembelian pengurang disonansi
Kadang-kadang konsumen terlibat dalam sebuah pembelian namun melihat sedikit perbedaan dalam merk-merk. Hal ini didasari karena barang tersebut mahal, jarang dilakukan, dan berisiko. Biasanya konsumen akan berkeliling untuk mempelajari apa yang tersedia namun akan membeli bilamana dirasa tepat dan dirasa nyaman.
3.   Perilaku pembelian karena kebiasaan
Konsumen kurang terlibat dalam pembelian produk yang dibeli dan tidak adanya perbedaan merk yang signifikan. Jika pun harus membeli produk tersebut hal itu dikarenakan keterbiasaan bukan pada kesetiaan merk yang kuat.
4.   Perilaku pembelian yang mencari variasi
Dalam beberapa situasi tertentu pembelian ditandai dengan keterlibatan konsumen yang rendah namun perbedaan merk yang signifikan. Sehingga konsumen sering melakukan perpindahan merk

Proses Pengambilan Keputusan Oleh Konsumen


Proses pengambilan keputusan diawali dengan adanya kebutuhan yang berusaha untuk dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan ini terkait dengan beberapa alternatif sehingga perlu dilakukan evaluasi yang bertujuan untuk memperoleh alternatif terbaik dari persepsi konsumen. Di dalam proses membandingkan ini konsumen memerlukan informasi yang jumlah dan tingkat kepentingannya tergantung dari kebutuhan konsumen serta situasi yang dihadapinya. Keputusan pembelian akan dilakukan dengan menggunakan kaidah menyeimbangkan sisi positif dengan sisi negatif suatu merek (compensatory decision rule) ataupun mencari solusi terbaik dari perspektif konsumen (non-compensatory decision rule), yang setelah konsumsi akan dievaluasi kembali.
Perilaku konsumen yang diamati bedasarkan dari perilaku pembelian konsumen merupakan salah satu tahap dari proses pembuatan/pengambilan keputusan konsumen (Consumen Decision Making).  Sebelum dan sesudah melakukan pembelian, seorang konsumen akan melakukan sejumlah proses yang mendasari pengambilan keputusan, yaitu :
1.  Pencarian informasi (information source)
Setelah memahami masalah yang ada, konsumen akan termotivasi untuk mencari informasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada melalui pencarian informasi. Proses pencarian informasi dapat berasal dari dalam memori (internal) dan berdasarkan pengalaman orang lain (eksternal).
2.  Mengevaluasi Alternatif (alternative evaluation)
Setelah konsumen mendapat berbagai macam informasi, konsumen akan mengevaluasi alternatif yang ada untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
3.  Keputusan Pembelian (purchase decision)
Setelah konsumen mengevaluasi beberapa alternatif strategis yang ada, konsumen akan membuat keputusan pembelian. Terkadang waktu yang dibutuhkan antara membuat keputusan pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama dikarenakan adanya hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan. 
4.  Evaluasi Pasca Pembelian (post-purchase evaluation)
Proses evaluasi yang dilakukan konsumen dan tidak hanya berakhir pada tahap pembuatan keputusan pembelian. Setelah membeli produk tersebut, konsumen akan melakukan evaluasi apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya atau tidak. Dalam hal ini, terjadi kepuasan dan ketidakpuasan konsumen. Konsumen akan puas jika produk tersebut sesuai dengan harapannya dan selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan merk produk tersebut di masa depan. Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas jika produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan menurunkan permintaan konsumen di masa depan.
Model-model pengambilan keputusan telah dikembangkan oleh beberapa ahli untuk memahami bagaimana seorang konsumen mengambil keputusan pembelian. Model-model pengambilan keputusan kontemporer ini menekankan kepada aktor yang berperan pada pengambilan keputusan yaitu konsumen, serta lebih mempertimbangkan aspek psikologi dan sosial individu. Secara umum ada tiga cara/model analisis pengambilan keputusan konsumen, yakni :
1.  Economic Models, pengambilan keputusan diambil berdasarkan alas an ekonomis dan bersifat lebih rasional.
2.  Psychological models, diambil lebih banyak akrena lasan psikoligs dan sejumlah faktos sosilogis seperti pengaruh keluarga dan budaya
3.  Consumer behaviour models. Model yang umumnya diambil kebanyakan konsumen, Dilandasi oleh faktos ekonimis rasional